Ipoh 2016: Sekeping Kota Tua
Nama Ipoh sudah lama saya dengar karena terkenal dengan Ipoh
White Coffee, Ipoh juga sebuah kota tua bekas tambang timah serta kota
kelahiran aktris mandarin Michelle Yeoh. Orang-orang mungkin juga mendengar Ipoh
karena sering menjadi kota persinggahan dalam perjalanan ke Penang yang lebih
terkenal sebagai kota tujuan wisata. Tetapi adalah sebuah liputan di acara
televisi tentang travel, pada suatu hari, yang membuat saya tergerak untuk
merencanakan trip ke sana.
Dalam liputan itu ditampilkan semangkok Hor hee yang sederhana
dan legendaris dari kota Ipoh. Hor hee tersebut dihidangkan di atas meja marmer
di dalam sebuah kantin sederhana dengan segala suasana Pecinannya yang eksotis.
Ibu-ibu dan bapak-bapak tua yang seolah sudah memasak seumur hidupnya, seolah
menjadi jaminan mutu akan keenakan masakannya.
Semangkok hor hee (semacam kue tiau yang lembut), dilengkapi
dengan baso ikan yang segar, kuah yang sedap, hanya dari tayangan TV saja bisa
terbayang kelezatannya. Selain bayangan akan makanan enak, suasana kota tua
yang terjaga juga menjadi alasan saya mengunjungi kota ini.
Maka direncanakanlah trip singkat ini. Kami mengambil waktu
bulan September yang lalu ketika ada long weekend liburan Idul Adha. Itinerary
yang kami buat hanya mengunjungi kota Ipoh dan Penang karena keterbatasan
waktu. Tiket Jakarta-Kuala Lumpur (Malindo) dan Penang-Jakarta (AirAsia) pun
kami pesan jauh-jauh hari untuk mendapatkan harga yang terjangkau.
Menjelang saat trip, hati ini mulai excited, apalagi setelah
melakukan pencarian tentang Ipoh dan Penang. Mengagumkan betapa lengkapnya
informasi tentang wisata kedua kota ini. Mengagumkan juga betapa banyaknya foto
makanan yang disajikan dengan demikian menarik. Tak sabar rasanya ingin berangkat.
Perjalanan Kuala
Lumpur-Ipoh
Kami berangkat hari Sabtu pagi menuju Kuala Lumpur. Dari Kuala
Lumpur kami memilih angkutan bus yang tersedia langsung di Kuala Lumpur
International Airport.
![]() |
Jadwal bus dari KLIA ke Ipoh dan beberapa kota lain yang difoto di terminal bus di Kuala Lumpur International Airport, dari bus Star Shuttle dan Yoyo. |
Kami memilih Yoyo Bus karena jadwalnya cocok, tidak perlu
menunggu lama. Harga tiket bus 45 ringgit. Bus berangkat tepat waktu, sesuai jadwal pukul 11.30. Estimasi
tiba di Ipoh pukul 15,00 karena itu saya menahan diri tidak lunch sebelum
jalan, hanya makan sedikit roti canai. Tak sabar rasanya menikmati kuliner di
Ipoh yang daftar panjangnya sudah dipersiapkan, sehingga perlu mempersiapkan
ruang di perut.
Tetapi oh tetapi.. ternyata di Malaysia sama halnya dengan di
tanah air, saat itu adalah long weekend. Seperti halnya kondisi Jakarta-Bandung
pada saat long weekend, demikianlah KL - Ipoh yang berjarak sekitar 200 km.
Kami tiba di sebuah rest area sekitar pukul 14.00-an, tempat ini sungguh
mengingatkan saya pada suasana perjalanan Jakarta-Bandung. Sayangnya di rest
area ini tidak ada restoran-restoran besar seperti di kita, hanya ada beberapa
toko yang menjual snack. Padahal perut ini sudah lapar karena belum makan
siang.
Sepanjang perjalanan setelah itu masih macet total, bus hanya
bergerak sedikit-sedikit. Sementara saya menahan lapar dan kemudian pengen
buang air kecil. Akhirnya, penderitaan itu pun berakhir, kami tiba di Terminal
Amanjaya sekitar pukul 19.00 !
Dari Terminal Amanjaya kami naik taksi menuju hotel French
Ipoh. Di sini tidak ada taksi bermeter, taksi di sini disebut “Kereta Sewa” dan
kita tawar-menawar dulu sebelum naik seperti halnya sewa mobil. Agak mahal
karena gak ada pilihan, dari terminal ke hotel 30 Ringgit. (Nilai tukar Ringgit Malaysia saat kami
membeli = Rp 3,270).
Kami tiba di hotel sudah pukul 20.00. Dari sana langsung
mencari makanan enak yang terdekat. Untunglah hotel French Ipoh ini tidak jauh
dari tujuan wisata kuliner, seperti pasar malam, dan kota tua (yang akan kami
datangi pada besok hari). Malam ini kami makan toge ayam, salah satu makanan
khas yang terkenal di Ipoh.
![]() |
Tauge ayam On Kee di Gerbang Malam Ipoh. Enak dimakan dengan nasi ataupun kuetiau. |
Semaraknya Gang Selir
Setelah hari pertama banyak terbuang waktu di perjalanan, kami
siap menjelajah kota tua Ipoh pada hari kedua. Tujuan pertama untuk sarapan:
Restoran Sin Yoon Loong di jalan Bandar Timah. Di sini kami hendak mencoba white
coffee dan che cheong fan.
![]() |
White Coffee Sin Yoon Loong yang segar sebagai pembuka hari. |
Di seberang Sin Yon Loong, tak kalah terkenalnya adalah Nam
Heong yang adalah toko original dari Old Town White Coffee, brand toko kopi
yang sudah hadir juga di Indonesia. Kami memilih Sin Yoon Loong karena banyak
yang bilang kopinya lebih enak. Tetapi pada sore hari kami kembali lagi ke sini
untuk mencicipi kopi di Nam Heong.
Setelah sarapan kami jalan-jalan ke Lorong Panglima atau
dikenal dengan Concubine Lane. Di jalan ini cukup semarak dengan toko-toko yang
berjualan macam-macam souvenir maupun makanan. Toko-toko semua dihias dengan
cantik dengan mempertahankan nuansa kota tua. Kami juga tertarik mencari
beberapa mural yang menghias kota tua ini. Sebagian dari mural ini bukan
sembarang mural, karena dilukis oleh pelukis international. (Contoh mural old
uncle yang menjadi pembuka tulisan ini)
![]() |
Concubine Lane, sempit dan meriah. |
Di seberang Concubine Lane juga ada restoran yang terkenal
yaitu Sekeping Kong Heng. Di belakang restoran ini ada cafe Plan B, di sini
banyak obyek foto yang artistik. Banyak orang foto-foto di sini.
Ketika tiba saat makan siang kami menuju Loke Woi Kee untuk
mencari hor hee yang ada dalam liputan acara televisi travel. Sama seperti
resto-resto yang saya sebutkan sebelumnya, di sini juga tidak ada AC, hanya
kipas angin yang membantu kita menghadapi siang hari yang sangat panas di Ipoh.
Meja-meja marmer bulat di dalam ruangan yang terbuka seolah membawa kita ke
masa lalu. Semua resto yang saya sebut di sini semuanya terkenal, karena itu
sangat ramai dan berisik. Tak jarang kita harus menunggu untuk mendapatkan
meja. Uncle dan auntie di sini berbahasa Kong Hu (Cantonese), membuat kita
terkenang suasana di Hong Kong, untunglah mereka bisa bahasa Melayu atau bahasa
Mandarin. Karena tidak bisa bahasa Canton, kami sempat dikira amoy dari Penang.
(Saya baru tahu juga bahwa walaupun Ipoh dan Penang hanya berjarak 2 jam
perjalanan, namun etnis Chinese mayoritasnya berbeda, dimana di Penang
mayoritasnya orang Hokkian).
Akhirnya saya pun mencicipi Hor Hee yang membuat saya terbang
ke sini. Rasanya? Hmmm.. enak.. Kuetiaunya lembut, basonya juga segar dan pas.
Sayangnya suasana resto serta panasnya siang di Ipoh yang kurang mendukung.
Saat yang tepat untuk memesan Seven Up float yang juga terkenal di sini.
![]() |
Hor Hee Ipoh dan Seven Up Float di background. |
![]() |
Salah satu contoh Street Art yang mempercantik kota tua Ipoh, karya pelukis dari Lithuania. |
![]() |
Karya lain Ernest Zacharevic dari Lithuania di salah satu dinding tua kota Ipoh. |
Menjelang sore sebelum sebelum kami melanjutkan perjalanan ke
Penang, kami mampir dulu di Nam Heong untuk mencoba white coffee-nya. Dan
benar, menurut saya memang enakan di Sin Yon Loong, lebih pekat.
Mungkin karena tidak ber-AC juga, maka makanan di sini boleh
dibilang harganya cukup terjangkau. Saya pribadi sangat menikmati suasana di
Ipoh, di mana kami hanya meng-explore sekeping kota tuanya saja. Kota tua Ipoh
dihias cantik dan terjaga otentisitasnya. Apalagi makanannya, semua enak dan
terjangkau. Sebagai penutup tulisan ini saya sajikan beberapa harga-harga
makanan:
●
Hor hee (di Loke Woi Kee) 5 ringgit
●
Che Cheong Fan (di Sin Yoon Loong) 3 ringgit
●
White Coffee Hot (di Nam Heong) 1,8 ringgit
●
Tauge Ayam (Kedai On kee) makan bertiga 53 ringgit
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
Delete