The Exotic Hanoi, The Exquisite Halong Bay
Ketika kami tiba di Noi Bai International Airport Hanoi, arloji saya menunjukkan pukul 21.00. Petugas di pesawat mengumumkan, tidak ada perbedaan waktu antara Bangkok dan Hanoi. Itu berarti, tidak ada perbedaan waktu juga antara Jakarta dan Hanoi.
Hari sudah malam, sementara kami belum punya tempat tinggal di kota asing yang menjadi ibukota Socialist Republic of Vietnam ini. Di dalam pesawat mami Jolie sudah
berpesan, sebaiknya kita makan malam di pesawat saja. Kita belum tahu apa yang akan kita temui setelah tiba di Hanoi, pasti akan makan waktu untuk mencari tempat tinggal dan tempat makan. Daripada masuk angin, maka kami pun memesan mie instant Thailand di pesawat (Air Asia).
Setiba di airport, seperti biasa, persinggahan pertama adalah toilet. Dan toilet langsung pula memberi kesan pertama terhadap bandara itu. Mungkin bandaranya tidak
semegah bandara di Bangkok, tetapi yang penting, yang paling mendasar, adalah toiletnya bersih. Tidak basah dan tissue tersedia dengan berkecukupan. (tidak seperti ...you know lah)
Setelah melewati meja imigrasi kami pun bersibuk mencari informasi, apa saja yang bisa kami dapat dari sekitar kami. Yang sudah kami tahu dari penjelajahan di internet
adalah sebuah hotel untuk backpacker bernama Hanoi Backpacker Hostel, bertempat di Ngo Huyen Street 48. Ke sanalah kami ingin pergi. Maka kami pun mencari informasi mengenai bus atau taksi.
Sementara teman-teman menanyai counter yang lain, ketika saya bertanya di sebuah counter yang saya kira adalah pusat informasi, saya malah disambut dengan hangat
dan diberikan banyak penawaran sesuai dengan kebutuhan kami. Ternyata meja itu adalah mejanya Pacific Travel, salah satu travel agent yang cukup besar dan bekerjasama dengan pemerintah Vietnam. Pria bernama Vi yang menjaga counter itu adalah orang Vietnam pertama yang saya ajak bicara malam itu, dan he speaks a very fluent English. (maklum lah, dia salesman travel agent gitu lho)
Pertama, dia menawari hotel. Dia mengatakan Hanoi Backpacker Hostel adalah hotel backpacker yang sangat terkenal. Dan kita tidak mungkin dapat tempat kalau tidak booking sebelumnya. Dia menanyakan berapa budget kami. 5 USD per person, kataku. Maka dia pun menyediakan hotel dengan tarif 15 USD per kamar, yang boleh ditempati 3 orang. Hotel dengan AC, minibar, TV, dan breakfast. Segala yang tidak ada di hotel backpack. Di mana letaknya? Di Old Quarter, kata Vi. Old Quarter adalah daerah yang disarankan untuk dikunjungi di Hanoi karena paling eksotis dengan bangunan-bangunan lama dengan arsitektur campuran Chinese dan French.
Lalu saya menanyakan bagaimana cara ke Halong Bay. Vi pun sudah punya paket tour satu hari maupun 2 hari ke Halong Bay. Halong Bay mungkin adalah tujuan wisata paling favorit di Vietnam, dan alasan kami singgah ke Hanoi sebenarnya adalah demi Halong Bay. (Karena dari Hanoi tidak ada bus/kereta ke Cambodia yang menjadi tujuan kami berikutnya). Tetapi akan berdosa besar bila ke Vietnam dan tidak mengunjungi Halong Bay. Akan sangat terkutuk dan menyesal...
Tour yang kami pilih adalah yang satu hari saja. Pagi dijemput di hotel, perjalanan dengan minivan ke Halong Bay perlu waktu 3-4 jam. Naik cruise mengarungi Halong Bay
sambil makan siang, lalu transport kembali ke hotel. Semuanya ditawari dengan harga 27 USD. Karena saya sudah mendengar dari teman orang Indonesia yang tadi satu pesawat, mereka sudah memesan tour Halong Bay dengan harga 22 USD, maka saya pun langsung menawar pada Vi. Vi malah memberi kami harga 20 USD, katanya itu paket yang standar. Yang 27 USD adalah paket premium dengan bonus bisa kayaking melihat tempat-tempat yang tidak terjangkau kapal cruise-nya.
Sekalian saja, mumpung ada yang bisa diajak berbahasa Inggris dengan lancar dan memiliki semua informasi, kami juga menanyakan soal kereta dari Hanoi ke Ho Chi Minh City (Saigon), tempat di mana kami sudah mendengar bahwa kita bisa naik bis langsung ke Phnom Penh, ibukota Cambodia. Dasar salesman, Vi pun langsung menawarkan untuk memesankan tiket itu. Kami akan diberi satu kompartemen sendiri, karena kami berenam. Harga tiket adalah 61 USD untuk perjalanan sepanjang 32 jam itu. Daripada repot, kami pun akhirnya menyerahkan semuanya pada Vi. Dia bisa memesankan tiket kereta yang berangkat tanggal 20 malam, persis setelah kami pulang dari Halong Bay. Jadi tidak ada waktu yang terbuang. Daripada nanti kami repot-repot mencari sendiri dengan resiko kehilangan waktu, akhirnya kami menyerah juga. Semua yang dikatakan Vi memang make sense bagi teman-teman yang sudah membaca informasi lewat internet maupun buku.
Agak lega karena semua sudah set malam itu. Sedikit guilty karena akhirnya kita menyerah pada agent travel seperti Vi. Tetapi ketika malamnya saya membaca buku
Lonely Planet Vietnam yang saya pinjam dari hotel, memang begitu adanya di Vietnam. Informasi mengenai transportasi dan akomodasi turis tidak tersedia dengan mudah,
tidak ada di biro informasi turis ataupun di stasiun-stasiun. Hal itu pun dimanfaatkan dengan baik oleh agent travel. Bahkan Lonely Planet pun menyarankan mendapatkan semua informasi tersebut dari agent travel. Jadi gak perlu guilty dong...
Sweeping Jam Malam?
Kami tiba di hotel sekitar pukul 23.00. Perjalanannya sih kayaknya hanya 1 jam, tetapi negosiasi dengan Vi cukup lama, sehingga baru meninggalkan airport pukul 22.00.
Hotel kami cukup mewah untuk harga 15 USD. Selain fasilitas di atas, ada juga bath tub, hair drier, kasurnya empuk, handuk dan sabun, dan colokan listriknya amat
sangat banyak. (Di Khaosan enggak ada lho, kita harus nge-charge HP dan kamera di luar kamar).
Pada saat itu di sekeliling hotel sudah gelap. Toko-toko pada tutup, hanya 1-2 warung dengan tempat duduk di luar yang masih buka. Saya dan Jolie dan Elly masih mau
keluar malam itu, mencari angin dan pemandangan. Yang lain sudah pada teler di kamar. Kami pengin membeli air minum (karena di hotel mahal) dan mungkin sedikit makanan kecil.
Ternyata, untuk membeli sebotol air mineral saja susahnya minta ampun. Ini baru dunia nyata di Vietnam. Pedagang di jalanan sama sekali tidak mengerti bahasa Inggris.
Bahkan yang paling simple sekali pun, seperti water, hot, how much, dll. Wahh, parah deh. Padahal kami tadi di airport Bangkok sempat menghafal beberapa kosa kata
Vietnam yang penting. Begitu tiba waktunya untuk praktek, lupa semua. Hahahaha.
Belum selesai dengan tawar-menawar, tiba-tiba saja si penjual dengan buru-buru membereskan barangnya. Lalu kami mendengar deru motor dan sirene. Tanpa mempedulikan kami penjual buru-buru memasukkan kursi-kursi dan semua dagangannya. Kami pun menyingkir. Ternyata ada sweeping polisi. Sepertinya mereka sudah harus tutup jam segitu. Kalau gak salah ada jam malam. Kami agak clueless soal ini. Yang penting kami lari saja untuk menyelamatkan diri dan pulang ke hotel. Akhirnya air mineral di hotel seharga 16.000 VND (Vietnam Dong) kami beli juga. (sekitar 1 USD).
Later we found out, tak jauh dari hotel kami itu ada markas militer. Vietnam yang negara sosialis, militernya masih sangat kuat mempengaruhi setiap aspek kehidupan.
Meskipun dari sisi ekonomi Vietnam mulai terbuka dan mulai maju, dari aspek politik dan budaya masih agak tertutup, begitu kata Lonely Planet. Di banyak tempat umum
di Vietnam kita dilarang memotret, seperti di jembatan, border, bandara, dll.
Terbangun di Tanah Abang
Keesokan harinya pukul enam pagi kami terbangun oleh bunyi tat-tit tat-tit klakson yang sangat mengganggu dari arah jalan. Kami pun membuka jendela dan melongok
keluar. "Kok kayak di Tanah Abang," kata Renny. Selintas, pemandangan dari hotel kami memang mirip Tanah Abang. Bangunan-bangunan tua, rumah-rumah penduduk yang berdempet-dempetan, lalu lintas yang kacau, penuh dengan motor, dll.
Sepertinya mereka suka sekali membunyikan klakson dengan penuh semangat. Sepagi itu saja bunyi klakson sudah hingar-bingar. Pada saat kami berangkat ke Halong Bay, kami sempat sedikit keliling kota Hanoi (khususnya daerah Old Quarter) sambil menjemput penumpang-penumpang lain yang satu van. Ketika melewati jalan-jalan di Hanoi barulah kami mengerti mengapa pengguna jalan di sini berisik sekali.
Jalan di Hanoi (dan mungkin juga di semua kota di Vietnam) didominasi oleh sepeda motor. Kebanyakan jalan yang dua arah tidak dibatasi pembatas jalan, sehingga suasananya sangat hingar-bingar. Mereka menggunakan klakson yang banyak untuk mencegah saling menabrak.
Daerah Old Quarter adalah kota Hanoi zaman dulu, terdiri dari 36 jalan yang diberi nama sesuai dengan merchandise yang khusus diperdagangkan di jalan itu. Hingga hari
ini nama jalan itu masih sama, dengan menyisakan beberapa toko dari masa lalu yang menjual merchandise khusus sesuai dengan nama jalan.
Kemudian kami dijelaskan oleh Happy Budha yang menjadi tour guide kami dalam minivan ke Halong Bay, bahwa di sini orang-orang lebih suka menggunakan motor karena
untuk mengendarai motor tidak diperlukan driving licence. Bahkan tidak ada aturan untuk mengenakan helm. Pantas saja waktu pertama kami tiba di Hanoi di malam hari,
kami heran kok banyak orang naik motor enggak pake helm.
Lalu langsung dijawab oleh teman kami Renny, ”Jangankan pake helm, pake baju aja enggak.” Hal itu memang benar. Banyak pria bertelanjang dada naik motor. Bahkan di
malam hari. Memang udara Hanoi waktu itu sangat panas.
Sementara banyak sekali aturan untuk mobil, seperti driving licence, speed limit, dan banyak polisi yang mengawasi hal ini, untuk motor sangat bebas. Itulah sebabnya,
motor bertebaran di Hanoi. Tingkat kecelakaan menurut Happy Budha cukup tinggi, karena itu mulai bulan depan mereka baru akan memberlakukan aturan penggunaan
safety helmet. Menurut Happy Budha, kondisi lalu lintas di Ho Chi Minh City bahkan lebih parah. Motor lebih banyak dan jauh lebih sembrawut.
Tapi satu kata untuk melukiskan Hanoi adalah eksotis. Bangunan-bangunan tua, banyak penjual buah dan sayuran menggunakan topi caping, wanita-wanita yang mengenakan pakaian khas Vietnam naik motor, dll. Sayang kami tidak bisa memotret karena semua pemandangan disaksikan dari van. Bila kami menyamakan Hanoi dengan Tanah Abang, seorang penulis lain di internet yang menyamakan Hanoi dengan Beijing tahun 1980-an.
Halong Bay
Halong Bay (Vietnamese: Vịnh Hạ Long) adalah sebuah teluk 170 km dari Hanoi, di utara Vietnam yang dekat dengan perbatasan dengan China. Halong berarti Descending
Dragon dalam bahasa Vietnam. Objek wisata alam ini termasuk dalam salah satu World Heritage Site dalam daftar UNESCO.
Teluk ini terdiri dari 1,969 kepulauan monolithic limestone (apa tuh maksudnya? I guess semacam pulau karang/batu) tetapi di atasnya penuh dengan vegetasi hutan yang
lebat, yang muncul di tengah laut. Inilah yang menjadikan pemandangan yang sangat spektakuler. Halong Bay saya rasa tidak perlu diceritakan, biarkan gambar yang
bercerita. Di sini tidak diperlukan fotografer andal, ke mana saja kamera membidik, hasilnya pasti bagus. Sayang pada waktu kami pergi, langitnya kurang biru. Kalau biru
akan menghasilkan kontras yang sangat bagus dengan kepulauan dan laut yang hijau.
Beberapa dari pulau-pulau yang mengapung itu di bawahnya terdapat gua yang besar-besar. Hang Đầu Gỗ (Wooden stakes Cave) adalah gua terbesar yang ditemukan
pelancong dari Perancis. Kami sempat juga mengunjungi dan berfoto-foto di cave yang juga bernama Grotte des Merveilles ini. Dua pulau yang lebih besar, Tuan Chau dan
Cat Ba, adalah pulau berpenghuni. Keduanya menyediakan fasilitas tourist, termasuk hotel dan pantai. Banyak juga wisatawan yang stay beberapa hari di Halong Bay,
sebagian besar lebih memilih menginap di kapal cruise yang menyediakan kamar.
Kami disuguhi hidangan seafood yang sangat mewah. Sambil makan siang, mata kita dimanjakan dengan pemandangan spektakuler dari segala penjuru arah. Sejujurnya,
saya tidak ingat lagi kalau ditanya makanannya enak apa enggak. Yang jelas, siapa yang sempat merasa makanan tidak enak bila bersantap sambil cruising di antara
pulau-pulau kecil nan indah itu?
Coming up: Hari Kereta Nasional
Comments
Post a Comment