Saatnya Detox
Kayaknya gw perlu detox deh. Setelah travel ke negara-negara dunia ketiga, dan khususnya Indochina, I feel like filling my body with rubbish. Nyampah di dalam tubuh gw sendiri. Pasalnya, karena kita sering makan di warung pinggir jalan, beberapa item sampah yang berkelimpahan di bawah ini, gw biarkan masuk dengan sukarela ke dalam tubuh gw:
1. MSG : penggunaan MSG di warung-warung pinggir jalan di Thailand, Vietnam, dan Cambodia, sama parahnya atau bahkan lebih parah daripada yang kita jumpai di warung-warung pinggir jalan di Jakarta. Misalnya: mie ayam, mi tek tek, dll. Di Jakarta saja gw udah sangat mengurangi makanan kayak gini, tapi karena backpacking, dengan senang hati kami mencobai makanan pinggir jalan. Dan memang lebih seru makan pinggir jalan daripada di restoran. Kalau di restoran jadinya bukan makan makanan rakyat yang sesungguhnya dong. Trus kalau kita mau bilang jangan pakai micin.. susah bow pakai bahasa lokalnya... Udah bisa pesen aja dah bagus :P
2. Pork : Nah ini buat teman-teman moslem, emang agak repot kalau travel ke negara-negara di atas. Karena pork berkelimpahan dan bisa dikatakan lauk rakyat. Yang lucu ketika teman-temanku yang muslim hendak mengatakan: ”Jangan pakai pork” ketika makan di pinggir jalan. Susahnya minta ampun karena mereka tidak mengerti ”pork” atau ”chicken.” Alhasil, harus pakai bahasa tubuh deh... Nah kebayang gak sih kalau harus menirukan gaya pig atau gaya chicken dengan bahasa tubuh... Jadinya komedi yang terus-menerus di sepanjang jalan deh...
3. Alcohol (terutama: bir) : Beberapa negara yang gw kunjungi adalah surga buat penggemar alkohol. Point 2 dan 3 tidak mudah diperoleh di Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk mayoritas muslim. Kalaupun ada, harganya mahal, khususnya minuman beralkohol. Dengan pajak yang berat, pemerintah berusaha mengurangi perilaku mabok di kalangan warganya. Tidak demikian di Thailand, Vietnam dan Cambodia. Di Thailand, khususnya di area Khaosan Road, bisa ditemui bar-bar tempat kita bisa minum bir lokal maupun internasional seperti Heineken dengan harga sangat terjangkau. Sayang deh kalau gak nyobain. Di Vietnam banyak sekali warung-warung di pinggir jalan yang menyediakan bir. Dengan kursi-kursi plastik yang diletakkan di luar rumah, jadilah sebuah warung minum bir yang merupakan pemandangan yang lazim sepanjang jalan yang gw lalui. Sore-sore pukul 4 gitu terlihat banyak lelaki nongkrong di sana sambil minum bir. Kebanyakan bertelanjang dada, karena udara yang sangat panas. Di Cambodia, bir dan wine dan vodka dan segala jenis minuman serupa dijual dengan mudahnya di toko-toko convenience seperti Indomaret di Jakarta. Harganya pun sangat terjangkau. Bayangkan bisa membeli Whiskey dengan harga 1 USD. Huh! Real heaven untuk pemabok.
Tetapi karena tubuh gw tidak terbiasa dengan filling seperti itu, gw khawatir akan ada pengaruhnya deh. Makanya harus mulai detox nih...
Kayaknya gw perlu detox deh. Setelah travel ke negara-negara dunia ketiga, dan khususnya Indochina, I feel like filling my body with rubbish. Nyampah di dalam tubuh gw sendiri. Pasalnya, karena kita sering makan di warung pinggir jalan, beberapa item sampah yang berkelimpahan di bawah ini, gw biarkan masuk dengan sukarela ke dalam tubuh gw:
1. MSG : penggunaan MSG di warung-warung pinggir jalan di Thailand, Vietnam, dan Cambodia, sama parahnya atau bahkan lebih parah daripada yang kita jumpai di warung-warung pinggir jalan di Jakarta. Misalnya: mie ayam, mi tek tek, dll. Di Jakarta saja gw udah sangat mengurangi makanan kayak gini, tapi karena backpacking, dengan senang hati kami mencobai makanan pinggir jalan. Dan memang lebih seru makan pinggir jalan daripada di restoran. Kalau di restoran jadinya bukan makan makanan rakyat yang sesungguhnya dong. Trus kalau kita mau bilang jangan pakai micin.. susah bow pakai bahasa lokalnya... Udah bisa pesen aja dah bagus :P
2. Pork : Nah ini buat teman-teman moslem, emang agak repot kalau travel ke negara-negara di atas. Karena pork berkelimpahan dan bisa dikatakan lauk rakyat. Yang lucu ketika teman-temanku yang muslim hendak mengatakan: ”Jangan pakai pork” ketika makan di pinggir jalan. Susahnya minta ampun karena mereka tidak mengerti ”pork” atau ”chicken.” Alhasil, harus pakai bahasa tubuh deh... Nah kebayang gak sih kalau harus menirukan gaya pig atau gaya chicken dengan bahasa tubuh... Jadinya komedi yang terus-menerus di sepanjang jalan deh...
3. Alcohol (terutama: bir) : Beberapa negara yang gw kunjungi adalah surga buat penggemar alkohol. Point 2 dan 3 tidak mudah diperoleh di Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk mayoritas muslim. Kalaupun ada, harganya mahal, khususnya minuman beralkohol. Dengan pajak yang berat, pemerintah berusaha mengurangi perilaku mabok di kalangan warganya. Tidak demikian di Thailand, Vietnam dan Cambodia. Di Thailand, khususnya di area Khaosan Road, bisa ditemui bar-bar tempat kita bisa minum bir lokal maupun internasional seperti Heineken dengan harga sangat terjangkau. Sayang deh kalau gak nyobain. Di Vietnam banyak sekali warung-warung di pinggir jalan yang menyediakan bir. Dengan kursi-kursi plastik yang diletakkan di luar rumah, jadilah sebuah warung minum bir yang merupakan pemandangan yang lazim sepanjang jalan yang gw lalui. Sore-sore pukul 4 gitu terlihat banyak lelaki nongkrong di sana sambil minum bir. Kebanyakan bertelanjang dada, karena udara yang sangat panas. Di Cambodia, bir dan wine dan vodka dan segala jenis minuman serupa dijual dengan mudahnya di toko-toko convenience seperti Indomaret di Jakarta. Harganya pun sangat terjangkau. Bayangkan bisa membeli Whiskey dengan harga 1 USD. Huh! Real heaven untuk pemabok.
Tetapi karena tubuh gw tidak terbiasa dengan filling seperti itu, gw khawatir akan ada pengaruhnya deh. Makanya harus mulai detox nih...
Comments
Post a Comment